Seorang anak mungkin tak cakap dalampelajaran kognitif, tak pandai berhitung atau membaca lancar seperti teman-temannya, namun ia memiliki hati yang lembut dan peka terhadap sekitarnya. Ia yang paling cepat menolong teman yang sedih, yang tahu kapan harus diam mendengarkan, dan tahu cara menyentuh hati dengan perhatian kecil yang sering luput dari mata kita.
Inilah bentuk kecerdasan yang tidak selalu tertulis di rapot, tetapi tercatat di langit, empati yang tulus dari fitrah jiwanya.
Seringkali kita sebagai orang tua dan guru terjebak pada pandangan sempit bahwa anak cerdas adalah yang nilainya tinggi, juara kelas, atau pandai bicara. Padahal setiap anak hadir membawa karunia yang berbeda, dan tidak semua bentuk kepandaian bisa diukur dengan angka.
Jika kita hanya mengukur anak dari prestasi akdemik, kita mungkin sedang memotong sayap anak-anak yang dikarunia kecerdasan hati.
Mari kita perluas cakrawala dalam memandang anak: syukuri kehadirannya sebagai amanah, bukan proyek ambisi, dampingilah ia tumbuh sesuai fitrahnya, bukan paksa menjadi seperti harapan dunia, karena bisa jadi, justru dari anak yang tak menonjol itu, Allah sedang menitipkan pelajaran besar tentang kasih sayang, kesabaran, dan arti menjadi manusia seutuhnya.
Maka bersyukurlah atas karunia seorang anak yang hadir dalam hidup kita, bukan karena ia memenuhi standar kita, tapi karena ia membawa misi Tuhan yang indah dalam wujudnya dirinya yang indah..Aamiin (disadur dari Rofiulclay)