BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Undang Undang
Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Disebutkan bahwa
tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan berbagai potensi peserta didik
yang salah satunya adalah menjadikan peserta didik mempunyai akhlak yang mulia. Indikator dari contoh akhlak tertinggi
adalah apa yang sudah Allah sampaikan
dalam surat Al Qalam ayat 4:
Dan sesungguhnya engkau Muhammad benar-benar berbudi pekerti yang
luhur.[1]
Diayat lain juga
diterangkan tentang indikator akhlak yang harus dipunyai oleh seorang muslim
yang baik, yaitu dengan berbicara yang lemah lembut dan sopan:
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Firaun) dengan
kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.(QS Thaha
44)”[2]
Pentingnya Sopan
santun dalam pendidikan juga disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah
hadist: “Sesungguhnya seorang laki-laki yang mengajarkan sopan santun kepada
anaknya lebih baik daripada memberikan satu gantang gandum untuk
disedekahkan.”(HR Muslim)[3]
Pendidikan memang selayaknya mampu membentuk
manusia yang seutuhnya, baik sebagai manusia yang cerdas secara intelektual
maupun manusia yang berbudi luhur, diantaranya adalah menjadi peserta didik
yang mempunyai tata krama dan kesopanan. Hasil akhir dari sebuah proses
pendidikan bisa dilihat dari prestasi peserta didik yang biasanya hanya diukur
dari angka akademis. Peserta didik yang mendapatkan nilai tinggi dianggap
sebagai output yang sukses, dan ini menjadi tolok ukur bagi lembaga pendidikan
untuk menarik minat peserta didik baru. Asumsi ini rupanya juga sudah menjadi
mainstreem masyarakat, bahwa lembaga pendidikan yang berhasil adalah lembaga
yang mampu memberikan output peserta didik yang mempunyai nilai akademis tinggi
dalam bentuk angka.
Sebenarnya
akhir-akhir ini sudah banyak sekolah atau madrasah mencoba untuk secara
perlahan merubah asumsi masyarakat terhadap produk pendidikan yang seharusnya tidak hanya bertumpu pada
hasil-hasil akademis yang berbentuk angka-angka saja, lebih fakta sekarang
banyak peserta didik yang kondisi moral dan tingkat kesopanannya mulai luntur.
Salah satunya adalah madrasah kami MI Miftahul Karim.
Tata krama dan
kesopanan peserta didik semakin lama memudar seiring dengan perkembangan
teknologi serta model pergaulan kekinian yang saat ini menjadi rujukan
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Sikap unggah ungguh anak semakin lama
hilang karena tidak optimalnya penggunaan alat perekat yang menunjang
terbentuknya kesopanan mereka. Pola interaksi anak anak dalam berkomunikasi
setidaknya diarahkan pada bahasa yang digunakannya. Bahasa itulah nanti yang
akan membentuk karakter dan etika mereka ketika berhubungan dengan orang lain.
Salah satu bahasa yang mempunyai tahapan pembentukan karakter dan etika anak
adalah bahasa jawa.
Sebenarnya pelajaran Bahasa Jawa sudah diajarkan dalam
materi pelajaran Mulok, tapi alokasi waktu yang hanya 2 jam dalam satu pekan
membutuhkan praktek yang lebih lama, mengingat bahasa adalah kebiasaan.
Pembiasaan penggunaannya harus diberi alokasi yang lebih lama dan menjadi satu
kesatuan dengan pola hubungan mereka selama di sekolah.
Dari hasil
pengamatan penulis sejak ditugaskan di MI Miftahul Karim, pertengahan
tahun 2015, masih banyak dijumpai peserta didik yang kurang mempunyai
sikap sopan santun kepada bapak dan ibu guru. Mereka masih menggunakan bahasa
yang terkesan kurang patut baik dalam proses belajar mengajar maupun dalam
berkomunikasi. Sebelum masuk kelas maupun pulang tidak ada proses yang
menyatukan tata krama anak-anak derngan guru maupun sesama peserta didik.
Beberapa kondisi
yang ditemukan oleh penulis diantaranya adalah:
1.
Tidak
adanya apel pagi yang dilaksanakan sebelum jam masuk kelas.
2.
Belum
ada pembiasaan budaya salaman peserta
didik dengan guru.
3.
Tidak adanya budaya sapa antar peserta didik
dengan salaman.
4.
Bahasa
yang digunakan dalam berkomunikasi dengan guru menggunakan bahasa ngoko atau
campuran.
5.
Guru
menggunakan bahasa ngoko kepada peserta didik sehingga peserta didik banyak
yang mencontohnya.
6.
Kesopanan
peserta didik kepada guru masih rendah.
Langkah berikutnya penulis
mengadakan observasi dan mengumpulkan data untuk mengetahui penyebab kondisi
atau masalah yang ada dalam proses pembelajaran maupun proses interaksi antar
peserta didik dengan guru maupun dengan sesama temannya. Langkah ini untuk
memberikan jawaban sekaligus pemecahan masalah guna diadakan perbaikan pada
titik-titik masalah yang dimaksud.
Setelah diidentifikasi, diketahui
penyebab dari kondisi atau masalah di madrasah penulis adalah:
1.
Belum
adanya program pembinaan di awal masuk kelas.
2.
Kurang
perhatiannya guru kepada kondisi peserta didik, dikarenakan tidak adanya jadwal
piket yang jelas sehingga pengawasan di pagi hari masih kurang optimal.
3.
Kurang
pekanya warga madrasah terhadap penggunaan bahasa yang tepat dalam
berkomunikasi.
4.
Pembiasaan
perilaku tata krama yang belum optimal.
Dari
kondisi dan permasalahan di atas, maka penulis mempunyai gagasan untuk membuat
program khusus yang masih terintegrasikan dengan mata pelajaran Muatan Lokal
Bahasa Jawa dengan mata pelajaran Akidah Akhlaq. Program istimewa ini kami
sebut dengan program “SALURKAN SAJA” yaitu Salaman Sedulur dan Pekan Bahasa
Jawa Krama. Setelah program ini dikoordinasikan dengan seluruh dewan guru dan
warga madrasah, maka program dilaksanakan mulai tahun ajaran baru 2018-2019 dengan formulasi 2 pekan setiap bulan.
Dari pengamatan dan pengalaman
pelaksanaan program ini, penulis mendokumentasikannya dalam bentuk diskripsi
praktik pembiasaan bersalaman dan berkomunikasi bahasa jawa di Madrasah
Ibtidaiyah Miftahul Karim Kauman Mojosari dalam sebuah best practice dengan
judul Strategi Pembentukan Karakter Sopan santun Melalui Program “SALURKAN
SAJA” (Salaman Sedulur dan Pekan Bahasa Jawa Krama) Di MI Miftahul Karim Kauman
Mojosari Kabupaten Mojokerto.
B.
Permasalahan
Permasalahan yang
akan dikaji dalam best practice ini adalah bagaimana mengimplementasikan program
SALURKAN SAJA (Salaman Sedulur dan Pekan Bahasa Jawa) dalam membentuk karakter
sopan santun anak di MI Miftahul Karim Kauman Mojosari Mojokerto.
C.
Tujuan
Mencari solusi untuk
membentuk karakter sopan santun anak di MI Miftahul Karim Kauman Mojosari
Mojokerto melalui program SALURKAN SAJA ( Salaman Sedulur dan Pekan Bahasa
Jawa).
[1] al-Qur’ān al-Karim
dan Terjemahanya. Zekr versi 4.1, Terjemahan Bahasa Indonesia oleh Muhammad Quraish
Shihab, hlm. 2
[2] al-Qur’ān al-Karim
dan Terjemahanya. Zekr versi 4.1, Terjemahan Bahasa Indonesia oleh Muhammad Quraish
Shihab, hlm. 23
[3] [3]
Imam Nawawi,1999, Riyadhus Sholihin
Jilid 2 ,Jakarta, Pustaka
Amani, hlm. 115
Tidak ada komentar:
Posting Komentar