Minggu, 20 Maret 2022

(BAG 1) MEMBANGUN KARAKTER SOPAN SANTUN DENGAN PROGRAM "SALURKAN SAJA (SALAMAN SEDULUR DAN PEKAN BAHASA JAWA)" .

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

           Undang Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

           Disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan berbagai potensi peserta didik yang salah satunya adalah menjadikan peserta didik  mempunyai akhlak yang  mulia. Indikator dari contoh akhlak tertinggi  adalah apa yang sudah Allah sampaikan dalam surat Al Qalam ayat 4:

 

Dan sesungguhnya engkau Muhammad benar-benar berbudi pekerti yang luhur.[1]

           Diayat lain juga diterangkan tentang indikator akhlak yang harus dipunyai oleh seorang muslim yang baik, yaitu dengan berbicara yang lemah lembut dan sopan:

Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Firaun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.(QS Thaha 44)”[2]

         Pentingnya Sopan santun dalam pendidikan juga disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadist: “Sesungguhnya seorang laki-laki yang mengajarkan sopan santun kepada anaknya lebih baik daripada memberikan satu gantang gandum untuk disedekahkan.”(HR Muslim)[3]

          Pendidikan memang selayaknya mampu membentuk manusia yang seutuhnya, baik sebagai manusia yang cerdas secara intelektual maupun manusia yang berbudi luhur, diantaranya adalah menjadi peserta didik yang mempunyai tata krama dan kesopanan. Hasil akhir dari sebuah proses pendidikan bisa dilihat dari prestasi peserta didik yang biasanya hanya diukur dari angka akademis. Peserta didik yang mendapatkan nilai tinggi dianggap sebagai output yang sukses, dan ini menjadi tolok ukur bagi lembaga pendidikan untuk menarik minat peserta didik baru. Asumsi ini rupanya juga sudah menjadi mainstreem masyarakat, bahwa lembaga pendidikan yang berhasil adalah lembaga yang mampu memberikan output peserta didik yang mempunyai nilai akademis tinggi dalam bentuk angka.

          Sebenarnya akhir-akhir ini sudah banyak sekolah atau madrasah mencoba untuk secara perlahan merubah asumsi masyarakat terhadap produk pendidikan yang  seharusnya tidak hanya bertumpu pada hasil-hasil akademis yang berbentuk angka-angka saja, lebih fakta sekarang banyak peserta didik yang kondisi moral dan tingkat kesopanannya mulai luntur. Salah satunya adalah madrasah kami MI Miftahul Karim.

         Tata krama dan kesopanan peserta didik semakin lama memudar seiring dengan perkembangan teknologi serta model pergaulan kekinian yang saat ini menjadi rujukan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Sikap unggah ungguh anak semakin lama hilang karena tidak optimalnya penggunaan alat perekat yang menunjang terbentuknya kesopanan mereka. Pola interaksi anak anak dalam berkomunikasi setidaknya diarahkan pada bahasa yang digunakannya. Bahasa itulah nanti yang akan membentuk karakter dan etika mereka ketika berhubungan dengan orang lain. Salah satu bahasa yang mempunyai tahapan pembentukan karakter dan etika anak adalah bahasa jawa.

           Sebenarnya  pelajaran Bahasa Jawa sudah diajarkan dalam materi pelajaran Mulok, tapi alokasi waktu yang hanya 2 jam dalam satu pekan membutuhkan praktek yang lebih lama, mengingat bahasa adalah kebiasaan. Pembiasaan penggunaannya harus diberi alokasi yang lebih lama dan menjadi satu kesatuan dengan pola hubungan mereka selama di sekolah.

         Dari hasil pengamatan penulis sejak ditugaskan di MI Miftahul Karim,  pertengahan  tahun 2015, masih banyak dijumpai peserta didik yang kurang mempunyai sikap sopan santun kepada bapak dan ibu guru. Mereka masih menggunakan bahasa yang terkesan kurang patut baik dalam proses belajar mengajar maupun dalam berkomunikasi. Sebelum masuk kelas maupun pulang tidak ada proses yang menyatukan tata krama anak-anak derngan guru maupun sesama peserta didik.

          Beberapa kondisi yang ditemukan oleh penulis diantaranya adalah:

1.      Tidak adanya apel pagi yang dilaksanakan sebelum jam masuk kelas.

2.      Belum ada pembiasaan  budaya salaman peserta didik dengan guru.

3.       Tidak adanya budaya sapa antar peserta didik dengan salaman.

4.      Bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi dengan guru menggunakan bahasa ngoko atau campuran.

5.      Guru menggunakan bahasa ngoko kepada peserta didik sehingga peserta didik banyak yang mencontohnya.

6.      Kesopanan peserta didik kepada guru masih rendah.

             Langkah berikutnya penulis mengadakan observasi dan mengumpulkan data untuk mengetahui penyebab kondisi atau masalah yang ada dalam proses pembelajaran maupun proses interaksi antar peserta didik dengan guru maupun dengan sesama temannya. Langkah ini untuk memberikan jawaban sekaligus pemecahan masalah guna diadakan perbaikan pada titik-titik masalah yang dimaksud.

             Setelah diidentifikasi, diketahui penyebab dari kondisi atau masalah di madrasah penulis adalah:

1.      Belum adanya program pembinaan di awal masuk kelas.

2.      Kurang perhatiannya guru kepada kondisi peserta didik, dikarenakan tidak adanya jadwal piket yang jelas sehingga pengawasan di pagi hari masih kurang optimal.

3.      Kurang pekanya warga madrasah terhadap penggunaan bahasa yang tepat dalam berkomunikasi.

4.      Pembiasaan perilaku tata krama yang belum optimal.

           Dari kondisi dan permasalahan di atas, maka penulis mempunyai gagasan untuk membuat program khusus yang masih terintegrasikan dengan mata pelajaran Muatan Lokal Bahasa Jawa dengan mata pelajaran Akidah Akhlaq. Program istimewa ini kami sebut dengan program “SALURKAN SAJA” yaitu Salaman Sedulur dan Pekan Bahasa Jawa Krama. Setelah program ini dikoordinasikan dengan seluruh dewan guru dan warga madrasah, maka program dilaksanakan mulai tahun ajaran baru 2018-2019 dengan formulasi 2 pekan setiap bulan.

          Dari pengamatan dan pengalaman pelaksanaan program ini, penulis mendokumentasikannya dalam bentuk diskripsi praktik pembiasaan bersalaman dan berkomunikasi bahasa jawa di Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Karim Kauman Mojosari dalam sebuah best practice dengan judul Strategi Pembentukan Karakter Sopan santun Melalui Program “SALURKAN SAJA” (Salaman Sedulur dan Pekan Bahasa Jawa Krama) Di MI Miftahul Karim Kauman Mojosari Kabupaten Mojokerto.

B.     Permasalahan

         Permasalahan yang akan dikaji dalam best practice ini adalah bagaimana mengimplementasikan program SALURKAN SAJA (Salaman Sedulur dan Pekan Bahasa Jawa) dalam membentuk karakter sopan santun anak di MI Miftahul Karim Kauman Mojosari Mojokerto.

C.     Tujuan

         Mencari solusi untuk membentuk karakter sopan santun anak di MI Miftahul Karim Kauman Mojosari Mojokerto melalui program SALURKAN SAJA ( Salaman Sedulur dan Pekan Bahasa Jawa).

 

 



[1] al-Qur’ān  al-Karim  dan Terjemahanya. Zekr versi 4.1, Terjemahan Bahasa Indonesia oleh Muhammad Quraish Shihab, hlm. 2

 

[2] al-Qur’ān  al-Karim  dan Terjemahanya. Zekr versi 4.1, Terjemahan Bahasa Indonesia oleh Muhammad Quraish Shihab, hlm. 23

 

[3] [3] Imam Nawawi,1999, Riyadhus Sholihin Jilid 2 ,Jakarta, Pustaka Amani, hlm. 115

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

(BAG 2) GURU KONTRASEPSI

  A.     Pengertian, Tugas dan Tanggungjawab Guru 1.       Pengertian Guru           Mujtahid dalam bukunya yang berjudul “Pengemba...